Jumat, 15 April 2011

Modernisasi mengkonstruk dekadensi moral
Sinar Mentari membuka dunia menjadi terang, waktu pagi itulah sapaan yang lembut bergulir dari insan satu kepada insane lainnya. Sopan santun membuka kecerahan di dunia Timur. Begitulah salah satu nilai ketimuran diaplikasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya orang timur memiliki nilai-nilai yang begitu indah ketika diaplikasikan, mulai dari nilai yang bersifat individual maupun bersifat kolektif. Pertama, nilai individual itu sudah mendarah daging dalam diri manusia timur seperti kejujuran, toleransi, rendah hati, dan masih banyak yang lain, yang tidak diformalkan akan tetapi, menjadi ciri khas bangsa timur. Mengenai nilai individual ini akan dijadikan landasan bagi individu-individu dalam bersosialisasi dengan individu lain. Nilai individual tersebut biasa dikenal sebagai akhlak.
Kedua, nilai kolektif terbangun diantara individu yang saling berinteraksi. Nilai kolektif menjadi landasan dalam menyelesaikan masalah bersama dalam masyarakat. Nilai kolektif ini adalah gotong-royong, musyawarah, tolong-menolong, dll. Nilai-nilai kolektif inilah yang akan membawa masyarakat pada kehidupan yang santun dan humanis.
Namun, globalisasi dan modernism merubah dan mendekontruksi nilai-nilai individu dan kolektif tersebut dan menjadikan masyarakat yang santun dan bersahaja menjadi masyarakat yang buas dan haus akan darah temannya sendiri. Nilai yang terbangun dengan indah dan santun menjadi terguncang dan lenyap oleh arus modernism yang menawarkan teknologi-teknologi yang menbentuk kaum mesin tanpa moral. Mesin-mesin yang tidak memiliki rasa kebersamaan. Bagimana semua ini bisa terjadi ??? masyarakat yang dulu bercengkrama dan tertawa bersama, kini menjadi hidup sendiri-sendiri dan mementingkan diri sendiri. Sangat kontras sekali pemandangannya setelah arus modernism bergulir menggerus nilai-nilai masyarakat timur. Stigmatisasi buruk yang dilontarkan dunia modern terhadap budaya masyarakat timur sangat berimplikasi atas tergerusnya nilai budaya ketimuran. Masyarakat yang masih melakukan tolong-menolong dikatakan sebagai orang yang kolot dan ketinggalan, karena sudah zamannya profesionalisme dibangun. Begitu juga kasus yang riil yang telah terjadi dalam masyarakat timur yaitu, orang yang menjaga virginitas pada waktu muda adalah perempuan yang ketinggalan zaman dan penuh dengan kekolotan. Nilai-nilai yang diekspor dunia barat (yang mengatakan dirinya sebagai pusat peradaban) ke dunia timur pada akhirnya akan memenjarakan masyarakat timur ke dalam penjara yang penuh dengan kekejian dan anti moralitas.
Perlu dicermati dan disadari oleh masyarakat timur, bahwasanya kalian adalah alat percobaan bagi kaum modern. Harus disadari bahwa kaum barat sebenarnya hanya ingin menancapkan dominasinya kepada kalian dan akan menjadikan kalian budak-budak mereka. Nilai-nilai kebersamaan kalian adalah yang terbaik untuk kalian, bukan nilai-nilai yang kalian impor dari dunia barat. Budaya kalian adalah yang terbaik bagi kehidupan pribadi dan sosial kalian. Kalau boleh saya katakan : ”Nasi pecel lebih baik daripada hamburger.”
Kaum blangkon adalah kaum yang gigih menjaga kebudayaan timur, bukanlah kaum yang kolot.