DHIHAR DAN ILA’
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Segala puji bagi Tuhan semesta alam, karena
atas limpahan rahmatnyalah sehingga makalah ini dapat rangkum. Salawat dan
salam kita peruntuhkan pada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
pelita kehidupan pada kita semua.
Kami mengengkat tema tersebut dengan tujuan
agar kita lebih memahami tentang seluk –beluk zhihar dan ila’ baik itu asbabun
nuzul ataupun kandungan kata yang masih rancuh untuk dipahami. Agar dalam
kehidupan sehari-hari nantinya kita bisa menjawab permasalahan yang kita hadapi
secara langsung.
Jadi, dengan
pembahasan ini diharapkan agar kita semua dapat mengambil manfaat darinya.
B.
Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana
asbabun nuzul ayat zhihar dan ila’?
2.
Bagaimana
munasabah ayat zhihar dan ila’?
3.
Bagaimana
perbedaan qira’at yang ada dalam ayat zhihar dan ila’?
4.
Apa makna dan
kandungan kata dalam penafsiran ayat tersebut?
C.
Tujuan
Penulisan.
1.
Menjelaskan
asbabun nuzul ayat zhihar dan ila’?
2.
Menjelaskan
munasabah ayat zhihar dan ila’?
3.
Menjelaskan
perbedaan qira’at yang ada dalam ayat zhihar dan ila’?
4.
Menjelaskan
makna dan kandungan kata dalam penafsiran ayat tersebut?
PEMBAHASAN
AYAT- AYAT ZHIHAR
Al – Ahzab: 4
( Madaniyyah)
$¨B
@yèy_
ª!$#
9@ã_tÏ9
`ÏiB
Éú÷üt7ù=s%
Îû
¾ÏmÏùöqy_
4 $tBur
@yèy_
ãNä3y_ºurør&
Ï«¯»©9$#
tbrãÎg»sàè?
£`åk÷]ÏB
ö/ä3ÏG»yg¨Bé&
4 $tBur
@yèy_
öNä.uä!$uÏã÷r&
öNä.uä!$oYö/r&
4 öNä3Ï9ºs
Nä3ä9öqs%
öNä3Ïdºuqøùr'Î/
( ª!$#ur
ãAqà)t
¨,ysø9$#
uqèdur
Ïôgt
@Î6¡¡9$#
ÇÍÈ
Artinya : Allah
tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak
menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu,
dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang
demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Allah mengatakan yang
sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).[1]
Al –
Mujadalah: 1-4 (Madaniyyah)
ôs%
yìÏJy
ª!$#
tAöqs%
ÓÉL©9$#
y7ä9Ï»pgéB
Îû
$ygÅ_÷ry
þÅ5tGô±n@ur
n<Î)
«!$#
ª!$#ur
ßìyJó¡t
!$yJä.uãr$ptrB
4 ¨bÎ)
©!$#
7ìÏÿx
îÅÁt/
ÇÊÈ tûïÏ%©!$#
tbrãÎg»sàã
Nä3ZÏB
`ÏiB
OÎgͬ!$|¡ÎpS
$¨B
Æèd
óOÎgÏF»yg¨Bé&
( ÷bÎ)
óOßgçG»yg¨Bé&
wÎ)
Ï«¯»©9$#
óOßgtRôs9ur
4 öNåk¨XÎ)ur
tbqä9qà)us9
#\x6YãB
z`ÏiB
ÉAöqs)ø9$#
#Yrãur
4 cÎ)ur
©!$#
;qàÿyès9
Öqàÿxî
ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur
tbrãÎg»sàã
`ÏB
öNÍkɲ!$|¡ÎpS
§NèO
tbrßqãèt
$yJÏ9
(#qä9$s%
ãÌóstGsù
7pt7s%u
`ÏiB
È@ö6s%
br&
$¢!$yJtFt
4 ö/ä3Ï9ºs
cqÝàtãqè?
¾ÏmÎ/
4 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î7yz
ÇÌÈ `yJsù
óO©9
ôÅgs
ãP$uÅÁsù
Èûøïtöhx©
Èû÷üyèÎ/$tGtFãB
`ÏB
È@ö6s%
br&
$¢!$yJtFt
( `yJsù
óO©9
ôìÏÜtGó¡o
ãP$yèôÛÎ*sù
tûüÏnGÅ
$YZÅ3ó¡ÏB
4 y7Ï9ºs
(#qãZÏB÷sçGÏ9
«!$$Î/
¾Ï&Î!qßuur
4 ù=Ï?ur
ßrßãn
«!$#
3 z`ÌÏÿ»s3ù=Ï9ur
ë>#xtã
îLìÏ9r&
ÇÍÈ
Artinya :
1. Sungguh, Allah
telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad)
tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan
antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.
2. Orang-orang
diantara kamu yang menzhihar isterinya, (menganggap isterinya sebagai ibunya,
padahal) isteri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan
yang melahirkannya. Dan Sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu
Perkataan yang mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha
Pengampun.
3. Dan mereka
yang mendzihar isterinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka
ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah
Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
4. Maka barang
siapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua
bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak
mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi
orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat
azabyang sangat pedih.[2]
AYAT_AYAT ILA’
Al – Baqarah: 226-
227 ( Madaniyyah)
tûïÏ%©#Ïj9
tbqä9÷sã
`ÏB
öNÎgͬ!$|¡ÎpS
ßÈ/ts?
Ïpyèt/ör&
9åkôr&
( bÎ*sù
râä!$sù
¨bÎ*sù
©!$#
Öqàÿxî
ÒOÏm§
ÇËËÏÈ ÷bÎ)ur
(#qãBttã
t,»n=©Ü9$#
¨bÎ*sù
©!$#
ììÏÿx
ÒOÎ=tæ
ÇËËÐ
Artinya :
226. Bagi
orang yang meng-ila' isterinya harus menunggu empat
bulan. kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sungguh Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.
227. Dan jika
mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.[3]
ANALISIS AYAT
A.
ASBABUN NUZUL
AYAT- AYAT ZHIHAR
Al – Ahzab: 4
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pada suatu hari saat Nabi SAW
shalat, terlintas di dalam hati beliau ucapan-ucapan kaum munafikin yang shalat
bersama beliau, bahwa mereka mempunyai dua hati: satu hati bersama orang kafir
dan satu lagi bersamanya (iman). Maka Allah menurunkan ayat ini (QS. 33: 4)
yang menegaskan bahwa Allah tidak menciptakan dua hati bagi manusia.[4]
Al-Mujadalah:
1-4
Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa Siti Aisyah berkata: “ Maha
Suci Allah yang pendengaranNya meliputi segala sesuatu. Aku mendengar Khaulah
binti Tsa’labah mengadu tentang suaminya (Aus bin Ash-Shamit) kepada Rasulullah
SAW. Akan tetapi aku tidak mendengar seluruh pengaduannya. Ia (Khaulah)
berkata: “ Masa mudaku telah berlalu. Perutku terlalu keriput. Aku telah tua
Bangka dan tidak akan melahirkan anak lagi, sedang suamiku menzhiharku. Allahumma
(Ya Allah), aku mengadu kepadaMu. Tiada henti-hentinya ia mengadu sehingga
turunlah Jibril membawa ayat ini yang melukiskan bahwa Allah mendengar
pengaduannya, menetapkan hukum zhihar serta melarang berbuat zhihar.[5]
Ayat ila’
Al-Baqarah
226-227
Abdullah bin Abbas mengatakan bahwa ila’ pada zaman Jahiliyah itu selama
satu tahun, dua tahun, bahkan lebih lama. Oleh karena itu, surat Al-Baqarah
ayat 226 ini diturunkan untuk memberi batas maksimal lamanya ila’, yakni empat
bulan.[6]
B.
MUNASABAH
Al – Ahzab: 4
Menurut beberapa ulama, pada ayat sebelumnya Nabi Muhammad SAW diperintahkan
untuk mengikuti tuntunan wahyu dan dilarang mematuhi saran-saran munafik dan
kafir. Nabi juga dilarang mengikuti yang ini sebagian dan yang itu sebagian (dilarang
membagi hatinya), menggabung wahyu Ilahi dengan tuntutan setan, karena Allah
tidak menjadikan dua hati bagi seseorang.[7]
Akhir ayat ini menguraikan tentang larangan mempersamakan status
hukum anak angkat dengan anak kandung. Adapun ayat setelahnya berisi tentang tuntunan
untuk mengikis habis tradisi jahiliyah tersebut.[8]
Al-Mujadalah 1
Menurut Al Biqai surat yang lalu (al-Hadid) diakhiri dengan membuktikan
ketidakmampuan mahluk mensyukuri anugerah dan keutamaan yang dilimpahkan Allah.
Mendengar suara dan keluhan semua mahluk tanpa terhalangi oleh suara dan
keluhan yang lain, merupakan salah satu anugerah keutamaan yang agung. Sebelum
menyatakan limpahan anugerah-Nya itu, pada akhir surat al-Hadid terlebih dahulu
diuraikan sikap orang-orang Nasrani yang menjadikan Rahbaniyyah sebagai cara
hidup mereka, padahal Allah tidak memerintahkan hal itu dan ternyata mereka
tidak dapat melaksanakannya dengan baik. Surat al-Mujadalah dipandang relevan
dengan surat sebelumnya karena dalam awal surat ini dibahas masalah rahbaniyyah
sebagaimana pada akhir surat sebelumnya. Awal surat al–Mujadalah menguraikan
tentang zhihar yang pada hakikatnya ada dua macam. Pertama
bersifat sementara, dan kedua mutlak. Yang bersifat sementara itu, termasuk
dalam kategori Rahbaniyyah karena yang bersangkutan enggan menggauli istrinya
dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah SWT. Sebagian sahabat Nabi Muhammad
SAW telah menghalangi diri mereka untuk menikmati hal-hal yang dibenarkan Allah
padahal tidak ada larangan dari Allah untuk melakukannya, misalnya melakukan zhihar
terhadap istrinya guna meraih kesempurnaan ibadah – karena takut berhubungan
seks pada siang hari Ramadhan. Bahkan ada di antara mereka yang melakukan zhihar
mutlak sehingga istrinya mengadu kepada Nabi SAW.[9]
Mujadalah : 2
Setelah ayat yang lalu menegaskan pengetahuan dan penglihatan Allah
yang menyeluruh, termasuk peristiwa yang dialami Khaulah serta perdebatannya
dengan Nabi SAW, maka disini Allah memberi putusan tentang masalah zhihar yang
menjadi fokus pembicaraan mereka.[10]
Al-Mujadalah
3-4
Setelah ayat dua menguraikan secara gamblang keburukan zhihar dan
keharamannya, ayat tiga dan empat ini menguraikan apa yang harus dilakukan oleh
siapapun yang menzhihar istrinya, termasuk dalam hal ini kasus Khaulah yang
mengadu itu.[11]
Al – Baqarah:
226- 227
Ayat yang lalu menjelaskan redaksi
yang berbentuk sumpah, tetapi tidak dinilai sebagai sumpah yang diucapkan suami
terhadap istrinya, dan setelah menjelaskan juga sumpah yang dituntun
pertanggungjawabannya, maka ayat ini membahas tentang salah satu bentuk sumpah
yang dilakukan suami terhadap istrinya.[12]
Pada akhir ayat ini dijelaskan sedikit tentang talaq dan pada ayat
berikutnya dijelaskan tentang iddah serta beberapa ketentuan yang berkaitan
dengan talaq.[13]
C.
QIRA’AT
Al- Ahzab:4
Lafad Ï«¯»©9$# dibaca:
اللائ oleh Ibnu ‘Amir, ‘Ashim, Hamzah, Al Kasai, dan
Kholaf
اللاء
oleh Al Bazi, Abu Amru dengan mempermudah hamzah dengan dibaca mad dan pendek.
tLafad brãÎg»sàè? dibaca:
tتََظَّهُّرون
oleh Nafi’, Ibnu Katsir, dan Abu ‘Amr
تَظّاهرون
oleh Ibnu ‘Amir
تُظَاهرون
oleh ‘Ashim
تَظَاهرون,
ini adalah bacaan dari selain imam 7 .[14]
Al-Mujadalah
1-4
Dalam tafsir
al-Munir dijelaskan bahwa ada beberapa cara membaca lafadz brãÎg»sàã , antara lain
:
يَظَّهَّرُون
oleh Nafi’, Ibnu Katsir, dan Abu Amr
يُظَاهرون
oleh ‘Ashim
يَظَّاهرون
oleh selain mereka [15]
Al – Baqarah:
226
tLafadz bqä9÷sã dibaca:
Makna kata dan
kandungan kata
Al-Ahzab
Kata ( رجل) pada firman-Nya: (ما جعل الله
لرجل من قلبين) berbentuk nakirah atau indefinite yang
ditampilkan dalam bentuk negasi. Ini berarti tidak seorang pun yang memiliki
dua hati. Penggalan ayat ini sebagai muqaddimah untuk menyatakan bahwa anak
angkat seseorang tidak bisa menjadi persis sama dengan anak kandungnya,
sehingga memiliki hak yang sama, tidak juga istri yang dipersamakan dengan ibu
kandung menjadi sama dengan ibu dalam keharaman “menggaulinya”. Kedua hal ini
berlaku pada masa jahiliyah dan awal masa Islam tetapi dibatalkan melalui surah
ini.
Kata ( جوف ) atau rongga yakni sisi dalam tubuh manusia dan
disebutkan untuk lebih mempertegas makna kalbu yang dimaksud ayat ini serta
lebih memperjelas bantahan kepada yang mengaku atau percaya bahwa ada manusia
yang memiliki dua jantung hati.
Kata ( تظاهرون ) terambil dari kata ( ظهر ) yakni punggung. Dari akar kata inilah lahir kata (
ظهار ) yang dari segi hukum – sekaligus yang dimaksud ayat di atas –
adalah “Mempersamakan istri sendiri dengan ibu kandung atau dengan wanita lain
yang haram dikawini oleh sang suami keharaman abadi – baik dengan
mempersamakannya dengan punggung atau salah satu bagian wanita lain.”
Zhihar ialah Perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu
Haram bagiku seperti punggung ibuku atau Perkataan lain yang sama maksudnya.
adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila Dia berkata
demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk
selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk
selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan
membayar kaffarat (denda).[17]
Kata ( أدعياء ) atau anak-anak angkat adalah bentuk jamak dari kata (
دعى ) yang terambil dari kata (
إدعى ) yakni mengaku. Yang dimaksud dengan ad’iya’ adalah
“Anak-anak yang diakui sebagai anak sendiri.” Tetapi biasanya kata ini menujuk
pengakuan tersebut disertai dengan kesadaran dan pengakuan yang mengakuinya
bahwa sang anak sebenarnya bukan anaknya, hanya dia yang mengangkatnya sebagai
anak dan memberinya hak-hak sebagaimana lazimnya anak kandung.
Firman-Nya : ( ما جعل أدعياءكم أبناءكم )
atau tidak menjadikan anak-anak angkat kamu sebagai anak kandung kamu,
bukannya melarang pengangkatan anak angkat (adopsi), atau menjadi orangtua
asuh, yang dilarangnya adalah menjadikan anak-anak angkat itu memiliki hak
serta status hukum seperti anak kandung. Pernyataan ad’iyaakum atau anak-anak
angkat kamu, menunjukkan diakuinya eksistensi anak angkat, tetapi yang dicegah
adalah mempersamakannya dengan anak kandung.[18]
Al-Mujadalah
Kata ( قد
) biasa digunakan untuk menekankan sesuatu, dalam konteks ayat
ini adalah didengarnya oleh Allah pengaduan dan perdebatan itu. Sementara ulama
memahaminya bahwa dengan kata tersebut Allah mengisyaratkan bahwa Dia pasti
mengabulkan ucapan wanita itu yang mengandung pengaduan dan permohonan. Ada
juga yang berpendapat bahwa karena ayat di atas menguraikan “didengarnya ucapan
wanita itu dan perdebatan yang terjadi” padahal ia ditujukan kepada Rasulullah
SAW., maka tentu saja penekanan tentang hal ini tidaklah sesuai, karena pasti
Rasulullah SAW. Mengetahui bahwa Allah Maha Mendengar. Atas dasar itu – menurut
mereka – kata qad di sini digunakan dalam arti dugaan yang segera akan terjadi,
sedang kata mendengar berarti mengabulkan. Nabi SAW. Yang
mendengar pengaduan tersebut, memahami benar pengaduan wanita itu, tetapi
beliau tidak dapat memutuskan hukum sebelum turunnya tuntunan Allah.
Kata (
تجادلك ) berbentuk mudlari’ (kata kerja masa kini dan datang),
padahal peristiwa itu telah berlalu ketika turunnya ayat ini. Agaknya hal
tersebut untuk menghadirkan dalam benak mitra bicara peristiwa yang sungguh
menakjubkan itu, yakni diskusi atau debat antara seorang wanita tua dengan
utusan Allah SWT. Yang menakjubkan bukan saja debatnya yakni upayanya
meyakinkan Rasul tentang kebenaran pandangannya tentang ketidak adilan zhihar,
tetapi juga sikap Rasul yang tidak menetapkan hukum sebelum mendapat wahyu atau
izin Allah, kemudian yang lebih mengagumkan lagi adalah perkenaan Allah
mendengarkan dan menerima pengaduan tersebut.[19]
Kata (منكم)
disebutkan sini karena zhihar hanya dikenal dalam masyarakat arab, bahkan
menurun Ibn Asyur hanya dalam masyarakat Madinah yang ketika itu bergaul dengan
orang-orang Yahudi.
Kata (يظاهرون)
diambil dari kata (ظهر)
yakni punggung. Istri yang digauli diibaratkan dengan kendaraan yang
ditunggangi. Orang-orang Yahudi melarang menggauli istri dari belakang. Mereka
menganggapnya dapat mengakibatkan lahirnya anak yang cacat. Adapun orang-orang
Arab Madinah para pengucap zhihar yang bergaul dengan orang-orang Yahudi itu,
bermaksud menekankan keharaman menggauli istrinya dengan menggunakan dua macam
penekanan. Yang pertama menjadikannya seperti ibunya, dan kedua menggaulinya
dari punggung atau belakang.[20]
Kata (يتماسّا)
diambil dari kata (مسّ)
yang secara harfiyah berarti menyentuh. Kata ini biasa digunakan dalam arti
persentuhan dua alat kelamin pria dan wanita. Atas dasar itu ada yang memahami
demikian. Tetapi ada juga yang memahami dalam arti cumbu antara pusar dan lutut
bahkan ada yang lebih ketat lagi dengan mengatakan walau dalam bentuk cumbu
yang sekecil-kecilnya.[21]
Al-Baqarah
226-227
Ila’ adalah sumpah yang dilakukan oleh suami, baik dalam keadaan
marah maupun tidak, untuk tidak melakukan hubungan seks dengan istri mereka.[22]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Asbabun
nuzulAl
Ahzab ayat 4
ini karena perkataan kaum munafiqin bahwa mereka memepunyai dua hati: satu hati
bersama orang kafir dan satu lagi bersamanya (iman). Adapun Al-Mujadalah: ayat
1-4, Diturunkan karena pengaduan khaulah binti Tsa’labah kepada Rasul bahwa ia
tak dapat lagi melahirkan sedang suaminya menzhiharnya maka turunlah Jibril
membawa ayat ini yang melukiskan bahwa Allah mendengar pengaduannya, menetapkan
hukum zhihar serta melarang berbuat zhihar. Al-Baqarah 226-227 diriwayatkan
bahwa Abdullah bin Abbas mengatakan bahwa ila’ pada zaman Jahiliyah itu selama
satu tahun, dua tahun, bahkan lebih lama. Oleh karena itu, surat Al-Baqarah
ayat 226 ini diturunkan untuk memberi batas maksimal lamanya ila’, yakni empat
bulan.
2.
Munasaba
ayat Al –
Ahzab: 4, pada ayat sebelumnya Nabi diperintahkan untuk mengikuti tuntunan
wahyu dan dilarang mematuhi saran-saran munafik dan kafir, dilarang membagi
hatinya, menggabung wahyu Ilahi dengan tuntutan setan, karena Allah tidak
menjadikan dua hati bagi seseorang. Akhir ayat ini menguraikan tentang larangan
mempersamakan status hukum anak angkat dengan anak kandung. Adapun ayat
setelahnya berisi tentang tuntunan untuk mengikis habis tradisi jahiliyah
tersebut. Surat al-Mujadalah dipandang relevan dengan surat sebelumnya
karena dalam awal surat ini dibahas masalah rahbaniyyah sebagaimana pada akhir
surat sebelumnya. Awal surat al–Mujadalah menguraikan tentang zhihar
yang pada hakikatnya ada dua macam. Pertama bersifat sementara, dan kedua
mutlak. Al – Baqarah: 226- 227 Ayat yang lalu menjelaskan redaksi yang
berbentuk sumpah, tetapi tidak dinilai sebagai sumpah yang diucapkan suami
terhadap istrinya, dan setelah menjelaskan juga sumpah yang dituntun
pertanggungjawabannya, maka ayat ini membahas tentang salah satu bentuk sumpah
yang dilakukan suami terhadap istrinya. Pada akhir
ayat ini dijelaskan sedikit tentang talaq dan pada ayat berikutnya dijelaskan
tentang iddah serta beberapa ketentuan yang berkaitan dengan talaq.
3.
QIRA’AT.
Dalam
perbedaan cara membaca ayat alqiran oleh para ulama sebagian besar hanya
terletak pada panjang pendeknya saja, dan tidak ditemukan perbedaan makna dari
perbedaan bacaan tersebut.
4.
Makna kata dan
kandungan kata.
Al-Ahzab. Kata (
رجل) pada firman-Nya: (ما جعل الله
لرجل من قلبين) berbentuk nakirah atau indefinite yang
ditampilkan dalam bentuk negasi. Ini berarti tidak seorang pun yang memiliki
dua hati. Kata ( جوف ) atau rongga yakni sisi dalam tubuh manusia dan
disebutkan untuk lebih mempertegas makna kalbu yang dimaksud ayat ini serta
lebih memperjelas bantahan kepada yang mengaku atau percaya bahwa ada manusia
yang memiliki dua jantung hati. Kata ( تظاهرون ) terambil dari kata ( ظهر ) yakni punggung. Dari akar kata inilah lahir kata (
ظهار ). Kata ( أدعياء ) atau anak-anak angkat adalah bentuk jamak dari kata (
دعى ) yang terambil dari kata (
إدعى ) yakni mengaku.
Al-Mujadalah. Kata ( قد
) biasa digunakan untuk menekankan sesuatu, dalam konteks ayat
ini adalah didengarnya oleh Allah pengaduan dan perdebatan itu. Kata (
تجادلك ) berbentuk mudlari’, padahal peristiwa itu telah berlalu
ketika turunnya ayat ini. Kata (منكم)
disebutkan sini karena zhihar hanya dikenal dalam masyarakat arab. Kata (يظاهرون)
diambil dari kata (ظهر)
yakni punggung. Istri yang digauli diibaratkan dengan kendaraan yang ditunggangi.
Orang-orang Yahudi melarang menggauli istri dari belakang. Mereka menganggapnya
dapat mengakibatkan lahirnya anak yang cacat. Kata (يتماسّا)
diambil dari kata (مسّ)
yang secara harfiyah berarti menyentuh. Kata ini biasa digunakan dalam arti
persentuhan dua alat kelamin pria dan wanita.
Al-Baqarah
226-227. Ila’ adalah sumpah yang dilakukan oleh
suami, baik dalam keadaan marah maupun tidak, untuk tidak melakukan hubungan
seks dengan istri mereka.
B.
SARAN
Saran kami kepada semua umat islam pada umumnya dan kepada kami
khususnya dalam memahami suatu ayat agar memahami secara mendalam kandungan
dari suatu ayat yang kita tafsiri, agar supaya kita tidak salah dalam
menentukan hukum yang seharusnya kita pakai dalam kehidupan sehari-hari.
Karena masih banyak diantara masyarakat awam khususnya yang
terkadang terlarut dalam menafsiran atau memahami suatu ayat sehingga salah
dalam mengambil langkah penentuan hukum suatu maslahat.
[1]Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an
Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia Juz II, (Kudus: Menara Kudus, 2006),
h. 418
[3] Ibid., (Kudus: Menara Kudus, 2006), h. 36
[4] K.H.Q. Shaleh, H. A.A.Dahlan, dkk, Asbabun Nuzul, (Bandung:
Diponegoro, 2000), h. 424
[5] Ibid., h. 546-547
[6] Abu Bakar Muhammad bin Abdullah, Ahkamul Qur’an, (Beirut:
Darul Fikr, 1988), h. 242
[7] Ibid., Tafsir Al-Misbah 11, (Jakarta: Lentera Hati,
2002), h. 218
[8] Ibid., h. 222
[9] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah 14, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), h. 59-60
[10] Ibid., h. 62-63
[11] Ibid., h.65
[12] Ibid., Tafsir Al-Misbah 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.
483 dan 485
[14] DR. Wahbah Zuhaili, Tafsir Al-Munir 11, ( Beirut : Darul
Fikr, 2005), h. 250-251
[15] Ibid., Tafsir Al-Munir 14, ( Beirut : Darul Fikr,
2005), h. 378
[16] Ibid., Tafsir Al-Munir 1, ( Beirut : Darul Fikr, 2005), h.
681
[17] Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an
Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia Juz II, (Kudus: Menara Kudus, 2006),
h. 418
[19] Ibid., Tafsir Al-Misbah 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
h. 60-61
[20] Ibid., h. 63
[21] Ibid., h.67
[22] Ibid., Tafsir Al-Misbah 01, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
h. 485
sangat bermanfaat
BalasHapus